DEJABAR.ID, CIREBON – Situs Petilasan Keramat Panembahan Pasarean merupakan salah satu tempat bersejarah peninggalan Kesultanan Cirebon, tepatnya pada masa Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah. Situs ini merupakan tempat petilasan Pangeran Pasarean dalam menyiarkan agama Islam, dan sebagai tempat untuk menjaga daerah perbatasan antara Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Galuh.
Situs ini terletak di Kelurahan Gegunung Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Situs ini berbatasan langsung dengan sungai Cipager yang membelah wilayah Sumber. Saat ini, situs ini menjadi areal pemakaman dan kerap dikunjungi warga untuk berziarah.
Menurut Kuncen ke 9 Situs Petilasan Keramat Panembahan Pasarean, R Hasan Ashari menceritakan, Pangeran Pasarean atau Pangeran Muhammad Arifin adalah salah seorang putra Sunan Gunung Jati, yang lahir pada tahun 1405 M dari ibu Nyi Mae Tapa Sari atau Putri Ki Ageng Tepasan dari Majapahit. Sebagai putra mahkota, sejak kecil hingga tumbuh remaja beliau digembleng berbagai ilmu keagamaan dan kedrigamaan.
Setelah dewasa, beliau sering menggantikan ayahnya dalam menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari bila Sunan Gunung Jati berdakwah di daerah-daerah. Sehingga, beliau mendapat gelar Adipati Pangeran Pasarean.
“Salah satu tugas khususnya adalah membuat dan menjaga tapal batas Kasultanan Cirebon dengan Kerajaan Galuh,” jelas Hasan saat ditemui dejabar.id di Situs Keramat Panembahan Pangeran Pasarean, Gegunung, Sumber, Kabupaten Cirebon, Minggu (30/9/2018).
Suatu ketika, lanjutnya, Pangeran Pasarean berangkat menuju ke Gunung Ciremai sambil membawa senjata Cis, yang diiringi oleh para sesepuh dan sejumlah pengawal. Perjalanan yang ditempuh mulai dari daerah Mandirancan ke arah utara hingga melewati daerah Plangon dan Sumber. Hingga tiba di suatu tempat di mana terdapat gundukan tanah yang menyerupai gunung, Pangeran Pasarean menggoreskan Cis-nya yang konon sekarang menjadi sungai Cipager (ci = air, pager = batas). Daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Gegunung.
Di Gegunung, rombongan beliau dihadang oleh Sang Ikul Tua Telik Sandi dari Pajajaran yang berwujud Pasukan Macan. Awalnya terjadi perselisihan di antara mereka, sehingga hampir terjadi pertempuran. Namun, setelah saling mengetahui bahwa Pangeran Pasarean adalah putra Sunan Gunung Jati dan Sang Ikul Tua dan Pajajaran, maka mereka bersepakat untuk saling menjaga keamanan negara masing-masing dari setiap ancaman baik dari luar dan dalam negeri.
Kemudian, tempat tersebut menjadi pusat penggemblengan pasukan Kesultanan Cirebon untuk menjaga daerah perbatasan. Selain itu, juga dijadikan sebagai tempat untuk pertemuan antara Pangeran Pasarean dengan utusan dari negeri seberang, untuk mendapatkan hasil keputusan yang memuaskan kedua belah pihak.
“Tempat mereka menggembleng kekuatan untuk keamanan itulah hingga kini menjadi situs Petilasan Keramat Panembahan Pangeran Pasarean dan areal pemakaman. Sedangkan Pangeran Pasarean sendiri dimakamkan di Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati,” jelasnya.
Di situs Petilasan tersebut, lanjut Hasan, kerap diadakan beberapa kegiatan keagamaan, seperti tradisi Safar atau Rebo Wekasan, tradisi Suraan pada bulan Muharam atau tahun baru Hijriah, tradisi Muludan atau Haul Buyut, dan kegiatan hati keagamaan lainnya.
Hasan menjelaskan, situs ini masih sedikit menerima sentuhan dari pemerintah. Sehingga, upaya renovasi dan pemeliharaan masih dilakukan dari swadaya masyarakat. Sempat juga ada penelitian dari Universitas Indonesia tentang sejarah dan benda-benda yang ada di situs.
“Situs ini ramai kalau ada peringatan keagamaan saja,” pungkasnya. (jfr)
Leave a Reply