DEJABAR.ID, CIREBON – Dunia sepak bola di Indonesia saat ini masih belum ke tahap dewasa. Karena, para penyuka sepak bola, terutama para supporter salah satu tim sepak bola, masih belum memahami makna keberagaman dan perbedaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Novrilla Mayang Pangestu selaku mahasiswa semester 7 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon saat ditemui dejabar.id di kampusnya, Jl. Pemuda Kota Cirebon, Senin (24/9/2018).
“Hadirnya sepak bola adalah ajang untuk berekspresi dan sportivitas, bukan hal untuk memisah-misahkan,” jelasnya.
Hal tersebut, menurut Mayang, merupakan imbas dari inisiden diserangnya salah satu suporter Persija, Haringga Sirila oleh suporter Persib usai laga kedua tim. Insiden tersebut mengakibatkan Haringga tewas di tempat.
Karena itu, lanjut Mayang, jika dari supporternya saja sudah mencaci maki dan saling serang, lalu bagaimana arti Bhineka Tunggal Ika yang sudah menjadi semboyan negara Republik Indonesia. Dirinya juga mempertanyakan kenapa tidak saling bersatu saja meskipun berbeda dukungan.
“Mau pendukung tim A atau tim B, kita harusnya mendukung. Menang bisa berbangga, tapi yang kalah jangan sampai menolak tanpa iba,” jelasnya.
Sedangkan menurut Fathnur Rohman selaku mahasiswa semester 5 fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah Intirut Agama Islam Negeri (IAIN), dirinya menyayangkan jika masih saja terjadi adu bentrok sesama pendukung tim sepak bola.
Padahal, menurutnya, mereka sama-sama manusia yang harus saling menghargai dan menghormati, apapun itu pilihan dan pendukungnya.
“Seharusnya ada peringatan, bahwa ketika timnya bertanding, para pendukung ini harus menjaga atitude, demi nama baik tim kesayangannya,” tuturnya.
Meskipun Fathnur seorang Bobotoh Persib, dirinya tetap menyayangkan aksi yang dilakukan suporter Persib kepada Persija saat laga kemarin. Karena, kalau anarkis itu sebagai bentuk fanatisme yang berlebihan.
“Harus diajarkan etika, supaya kejadian ini tidak terulang lagi,” pungkasnya. (jfr)