dejabar.id – Di Indonesia, kebanyakan masyarakatnya masih buta terhadap penyakit mental, sehingga pengidapnya malah dijauhi sehingga mereka terlambat mendapatkan pertolongan. Kendati demikian, Sahabat Dejabar bisa meringankan beban mereka dengan menjaga perkataan dan tidak mengucapkan hal-hal seperti ini.
“Kamu caper (cari perhatian), ya?”
Tidak, para pengidap penyakit mental tidak bermaksud mencari perhatian. Ketika ada seseorang yang menceritakan mengenai penyakit mentalnya pada orang lain, maka orang itu adalah yang paling dipercaya olehnya. Ia juga berusaha mendapatkan pertolongan dari orang terdekat. Jangan sampai karena disangka cari perhatian, ia jadi enggan mencari bantuan.
“Mungkin itu karena kamu jauh dari Tuhan.”
Stigma ini masih melekat di benak orang-orang kebanyakan. Padahal, penyakit mental sama seperti penderita penyakit fisik. Salah satu penyebabnya adalah adalah ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Banyak orang yang religus juga mengalami penyakit mental, lho! Jika sudah begitu, apa kamu akan tetap mengatakan hal itu?
“Orang lain ujian hidupnya lebih berat, berhenti mengeluh!”
Seperti curhat, mengeluh merupakan salah satu upaya untuk meredakan ketegangan psikologis. Karenanya, mengeluh adalah hal yang wajar. Setiap orang memiliki ketahanan yang berbeda dalam menghadapi masalah—jelas tidak dapat dibandingkan, lagipula pasti ada satu titik di mana ia tidak mampu menjalani kehidupannya.
Jadi, jika suatu saat salah satu teman sobat dejabar mengeluh, lebih baik beri dukungan yang positif.
“Jangan terlalu dipikirkan, ya?”
Maksud hati ingin memberi dukungan, tetapi perkataan tersebut malah menembakan “peluru” bagi pengidap penyakit mental. Pasalnya, menyarankan seseorang untuk jangan terlalu memikirkan penyakit mentalnya hanya akan membuat orang itu enggan untuk mencari pertolongan pada orang-orang terdekat. Sehingga, mereka akan merasa bingung ke mana harus mencari pertolongan maupun dukungan.
“Mau bunuh diri? Itu dosa!”
Hal ini juga mungkin banyak dikatakan oleh orang-orang dengan maksud menyadarkan pengidap penyakit mental. Namun, pengidap penyakit mental seperti depresi, bipolar, skizofrenia dan borderline personality disorder memang rentan melakukan bunuh diri.
Pemikiran bunuh diri mereka terjadi karena hal kompleks dan tidak bisa diselesaikan dengan perkataan tersebut. Salah satunya, keinginan mereka untuk melakukan bunuh diri, bisa terjadi karena mood yang berubah drastis menjadi negatif—yang terjadi karena faktor fisiologis di otak.
“Sepertinya kamu terlalu berlebihan menanggapi hal ini.”
Respon terhadap masa-masa “kambuh” para pengidap penyakit mental tidak berlebihan. Mereka sudah berupaya sebisa mungkin untuk menahan hal-hal yang dialami ketika kambuh, contohnya pengidap social anxiety yang berusaha tetap tampil ke depan meskipun ia merasa nyaris pingsan, atau penderita depresi yang sebisa mungkin menahan keinginannya untuk bunuh diri.
“Stop berpikir berlebihan!”
Sama saja, mengatakan hal ini tidak akan membantu. Hal-hal tidak rasional yang terjadi pada pengidap penyakit mental tidak selalu disebabkan pemikiran negatif. Bisa saja terjadi tanpa alasan. Misalnya, cemas berlebihan yang diderita pengidap social anxiety, bisa saja terjadi tanpa sebab.
Setelah mengetahui kalimat-kalimat “pantangan” untuk dikatakan pada para pengidap penyakit mental, ayo kita lebih menjaga lisan kita, sobat!
Ayo mulai berempati, karena kita tidak akan pernah merasakan betapa sulitnya perjuangan para pengidap penyakit mental untuk bertahan. Dengarkan atau bahkan peluk mereka, dan katakan bahwa kamu ada untuk mereka. Sebisa mungkin ajak mereka untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas bersama kamu, ya. Hal itu sangat membantu proses kepulihan mereka, lho!
Leave a Reply