JAKARTA, Dejabar.id – Polemik terkait pembatalan pameran tunggal seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia semakin memanas. Aji Bahroji, Sekretaris Jenderal Barisan Pejuang Demokrasi (BAPEKSI), mengecam keras sikap Galeri Nasional yang dianggapnya sebagai bentuk pembredelan karya seni. Dalam pernyataan tegasnya, Bahroji menuntut agar Kepala Galeri Nasional dipecat karena tindakan yang dinilainya telah mencederai semangat demokrasi yang diusung oleh pemerintah, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. (23/12/24)
Pameran tunggal Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan”, yang dijadwalkan dibuka pada 19 Desember 2024, terpaksa dibatalkan setelah adanya ketidaksepakatan antara kurator dan pihak Galeri Nasional. Menurut pihak Galeri Nasional, penundaan ini bukanlah pembredelan, melainkan akibat dari perbedaan pendapat dalam soal kuratorial. Kurator menolak lima karya lukisan Yos yang dianggap tidak relevan dengan tema pameran dan dinilai mengandung unsur vulgar, termasuk gambar yang mirip dengan figur Presiden Joko Widodo.
Namun, perspektif berbeda datang dari Yos Suprapto. Seniman yang juga dikenal dengan karya-karyanya yang kritis terhadap kekuasaan ini, menegaskan bahwa apa yang terjadi adalah bentuk pembredelan. Ia mengaku dilarang mengakses karya-karyanya yang telah dipajang di galeri dan merasa bahwa pihak Galeri Nasional berusaha untuk menyensor ekspresi seninya.
Bahroji menilai bahwa sikap Galeri Nasional yang menunda atau menghentikan pameran Yos adalah bentuk ketakutan terhadap kritik, yang justru bertentangan dengan semangat demokrasi dan kebebasan berekspresi yang tengah dibangun di Indonesia.
“Sikap ini sangat tidak relevan dengan semangat reformasi dan demokrasi. Apalagi ini adalah lembaga publik yang seharusnya menjadi ruang bebas untuk seni dan pemikiran kritis,” ujar Bahroji.
Dia pun mendesak agar Kementerian Kebudayaan segera mengevaluasi sikap Galeri Nasional, yang menurutnya berpotensi merusak citra pemerintah yang berkomitmen terhadap demokratisasi dan keterbukaan.
Di sisi lain, polemik ini turut mendapat perhatian Komnas HAM dan LBH Jakarta yang menilai bahwa hak berekspresi seniman telah dilanggar. Pengacara publik LBH Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo, menegaskan bahwa “Kebebasan berkesenian adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh negara.”
Sejauh ini, pameran Yos Suprapto yang semula direncanakan berlangsung hingga Januari 2025 tetap terhambat. “Publik kini menilai, apakah karya-karya tersebut memang hanya bernilai vulgar, atau justru memiliki pesan penting yang patut diperhatikan dalam konteks sosial dan politik Indonesia saat ini,” pungkas Bahroji. (Jodi)
Leave a Reply