JAKARTA, Dejabar.id – Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menilai nyaris seluruh alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki Indonesia sudah tua bahkan banyak yang merupakan hibah negara asing.
Ia berpendapat modernisasi alutsista telah menjadi satu kebutuhan agar anggaran TNI tidak habis untuk pemeliharaan alutsista yang sudah tak layak pakai.
“Pada prinsipnya saya setuju untuk memoderisasi alut sista TNI yang hampir 70 % sudah tua. Tetapi memang anggaran yang dibutuhkan cukup besar. Tapi karena masih dalam suasana pandemi dan sektor lainnya juga masih membutuhkan anggaran maka silakan Menteri Keuangan untuk memertimbangkan anggarannya,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Ia menambahkan rencana Menteri Pertahanan menganggarkan Rp. 1760 Triliun untuk pengadaan alutsista harus mendapat persetujuan Presiden, Menkeu dan DPR.
Menurut Hasanuddin, bila ada yang berpendapat telah terjadi kerugian negara, itu tidak benar.
“Karena itu kan baru konsep perencanaan awal, belum masuk pada tahap pembelian/pengadaan . Kerugian negara bagaimana, anggarannya saja kan masih dihitung . Bahkan mendapat persetujuan pun belum,” tegasnya.
Ia menambahkan, bila Menkeu menyetujui rencana pengadaan alutsista ini walau tak sepenuhnya tentu akan sangat mengakselerasi modernisasi alut sista TNI secara signifikan dan memiliki effeck deterent yang tinggi.
“Tentu kita semua berharap dalam pengadaan nanti tetap memperhatikan akuntabilitas dan sesuai dengan kebutuhan user ( pemakai ) dalam hal ini TNI,” tandasnya.
Sebelumnya pengamat pertahanan sekaligus akademisi, Connie Rahakundini memertanyakan rencana Menhan Prabowo Subianto soal pembelian alutsista yang ribuan triliun ini.
Yang dia maksud adalah tentang kredit Eskpor (KE) dari Qatar senilai Rp. 1760 Triliun untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan melalui sebuah perusahaan bernama TMI (Teknologi Militer Indonesia).
Hasil penelusurannya hingga ke kantor TMI sama sekali tidak meyakinkannya untuk pekerjaan besar pengadaan alutsista bernilai ribuan triliun.
Hal paling mendasar dari temuan Connie ini adalah seluruh rencana pengadaan harus cair pada 2024 namun beban utangnya baru berakhir 2044.
“DPR khususnya Komisi 1 yang membidangi Pertahanan harusnya bersikap. Dan, seperti biasanya, untuk urusan kredit ekspor harusnya atas sepengetahuan dan persetujuan Bappenas,” cetusnya. []
Leave a Reply