Oleh; Zimam Khasin Arsyad
Cepatnya pertumbuhan populasi penduduk di dunia membawa tantangan baru bagi penduduk bumi. Berdasarkan BPS Amerika Serikat jumlah penduduk dunia pada januari 2018 mencapai 7,53 miliar jiwa. Hal ini akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu. Meskipun populasi penduduk bumi tumbuh pesat, namun luas bumi tetap statis tidak berubah.
Semakin bertambahnya populasi manusia otomatis bertambah juga kebutuhan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan ini akan menjadi masalah besar jika manusia salah dalam memanfaatkan sumber daya. Seperti penebangan hutan untuk alih fungsi menjadi industri atau properti, penggunaan bahan bakar minyak yang terus berlanjut membuat cadangan minyak bumi semakin terkikis. Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan habis pada tahun 2030 dan cadangan minyak dunia habis 53 tahun lagi. Tidak sampai disitu pemanasan global masih menjadi pekerjaan rumah untuk di selesaikan, pada tahun 2025 kerisis air bersih akan terjadi akibat kutub yang terus mencair sehingga volume air laut akan naik, ramalan itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air di dunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.
Perilaku bisnis saat ini telah berubah, memasuki era disruptif ditandai beralihnya revolusi industri 3.0 menjadi 4.0 yang membuat pelaku bisnis berlari untuk berinovasi, karena jika tidak begitu bisnisnya akan mati. Namun, tidak sedikit para pelaku bisnis (stakeholders) yang menjalankan segala cara untuk tetap unggul meskipun membawa dampak buruk. Seperti masih banyak perusahaan yang belum bisa mendaur ulang limbah dan malah membuangnya ke sungai sehingga tak sedikit sungai yang tercemar, illegal fishing mengeruk kekayaan laut tanpa memikirkan jumlah cadangan ikan, dan pembebasan lahan dengan cara dibakar. Itu semua demi cost reducing dan memaksimalkan profit sebesar mungkin.
Business Sustainability menjadi penting untuk menjawab permasalahan ini, perusahaan seharusnya tidak hanya fokus pada profit saja, melainkan pada dampak yang dihasilkan. Oleh karena itu Business Sustainability harus dipahami dan diaplikasikan oleh pelaku bisnis. Terbukti lahirlah Marketing 3.0 yang digagas Kotler, bahwa perusahaan sudah harus beralih dari hanya profit oriented menjadi perusahaan yang memberikan nilai pada produknya dan memberikan dampak positif terhadap sosial dan lingkungan. Dengan itu perlu adanya kunci untuk membangkitkan kesadaran pelaku bisnis agar beralih ke Business Sustainability, dan hal yang paling mudah kita harus mulai dai manusianya, dari diri kita sendiri.
Manusia merupakan main core of resources yang dapat menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga kestabilan bumi. Manusia harus memiliki kualitas yang baik, salah satunya kuncinya dengan memiliki Prilaku Proaktif (Proactive Behaviour) dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam aktivitas ekonomi. Perilaku Proaktif lebih dari sekedar inisiatif, proaktif memiliki arti bahwa kita sebagai manusia memiliki tanggung jawab atas diri kita sendiri. Perilaku melahirkan sebuah keputusan. Orang yang proaktif akan mengenali tanggung jawab, tidak menyalahkan keadaan, dan kondisi. Perilaku adalah produk dari pilihan sadar atas nilai, dan bukan produk dari kondisi. Kita sebagai manusia harus yakin bisa melakukan berubahan yang membawa dampak yang bermanfaat bagi sosial dan lingkungan. Pelaku bisnis harus bisa mencontoh perusahaan yang sudah berhasil menerapkan Business Sustainability dalam aktivitas bisnisnya.
Self Efficacy menjadi kunci utama seseorang memiliki Perilaku Proaktif. Self Efficacy adalah rasa percaya diri seseorang terhadap kemampuan yang ia miliki untuk melakukan sebuah tugas atau aktivitas. Maka orang yang memiliki self efficacy tinggi akan cenderung lebih proaktif, karena source of knowledge yang dimiliki membuat ia percaya akan kompetensinya menyelesaikan sebuah aktivitas.
Terdapat empat sumber dan induksi self efficacy; 1) Mastery experience, pengalaman diri tentang penguasaan, performa, dan keberhasilan yang telah dilakukan. 2) Vicarious Experience, mengamati orang lain mampu melakukan aktivitas dengan baik, hal itu yang akan memotivasi pengamat untuk percaya bahwa dirinya juga bisa. 3) Verbal persuasion, memberikan sugesti dan meyakinkan seseorang akan potensinya dalam melakukan aktivitas tertentu. 4) Emotional Arousal, kondisi tidak nyaman dan tertekan akan membuat seseorang cenderung mencari jalan keluar dan membuat perubahan.
Manusia yang memiliki proaktif yang tinggi cenderung akan melakukan kebaikan dan tidak merugikan di dalam hidupnya, dengan bebgitu Business Sustainability akan mudah diwujudkan, sehingga kita paham bahwa sumber daya alam harus dikelola dengan bijak demi keberlangsungan kehidupan di dunia. Dengan Business Sustainability 3 bottom line dapat terwujud; people, planet, dan profit. Sustainability have be together commitment of stakeholders, including business player. So, prosperity can be realized.
* Zimam Khasin Arsyad, Mahasiswa aktif MBA ITB, HR Specialist, Motivation Trainer, Founder Global partnership Association, Founder Indonesian Managemet Economic and Business Studies, anggota pemuda HKTI Banten.
Leave a Reply