DEJABAR.ID – Film pendek produksi Miles Films karya sutradara muda Aditya Ahmad berjudul Kado terpilih sebagai Film Pendek Terbaik di kompetisi Orizzonti, 75th Venice International Film Festival. Selain Aditya Ahmad Mira Lesmana dan Riri Riza selaku produser film KADO, juga turut menyaksikan Aditya naik panggung adalah Isfira Febiana dan Adin Amaruddin, selaku pemeran utama dan manajer produksi film tersebut.
Selain Kado, masih banyak film pendek karya anak bangsa yang ikut mengharumkan tanah air di luar negeri lewat peraihan penghargaan berskala internasional. Apa saja? Yuk, disimak!
- Prendjak(2016)
Film ini menceritakan tentang perempuan bernama Diah yang terpaksa harus menjual korek api demi bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi. Satu batangnya seharga Rp10.000. Mahal banget? Iya! tapi korek api itu jadi laris, sebab, sebatang korek api itu boleh dipergunakan sebagai penerangan untuk melihat bagian kewanitaan Diah.
Film prenjak ini sempet diputar tiga kali di Festival Film Cannes 2016. Bukan cuma diputer, film garapan Wregas Bhanuteja ini sukses raih penghargaan Le Prix Découverte Leica Cine sebagai film pendek terbaik. Prenjak dianggap sebagai film pendek yang menampilkan puisi mengejutkan, gelap dan nakal.
- The Seen and Unseen (2017)
Tentang anak kembar bernama Tantri dan Tantra yang memiliki ikatan batin yang kuat. Suatu hari Tantra sakit dan harus dirawat dirumah sakit. Tantri dengan setia nemenin Tantra setiap hari, salah satunya dengan menari di depan Tantra yang sakit. Sampai Tantra meninggal, Tantri tetap menari. Namun, ada mahluk lain yang ngiringin tarian Tantri.
The Seen and Unseen atau Sekala Niskala ini punya kualitas yang harus diacungin jempol. Keseriusan dan narasi yang keren akhirnya bawa film ini ke Toronto International Film Festival 2017. karya Kamila Andini ini jadi film satu-satunya asal indonesia yang diputar di TIFF. Film ini sudah berkeliling dunia sejak akhir 2017. Pada 2018 ini, The Seen and Unseen “pulang” dan meramaikan bioskop Tanah Air.
- 05.55 (2016)
Pada 2006, Indonesia dikejutkan dengan bencana gempa bumi yang meluluhlantakan Yogyakarta. Provinsi yang tadinya terkenal dengan suasana nyaman, tiba-tiba jadi kota yang dipenuhi isak tangis. Gempa Yogyakarta itu kemudian jadi inspirasi bagi Komunitas Film Independent Yogyakarta untuk bikin film pendeknya berjudul 05.55.
Terbukti, film pendek ini diapresiasi dunia. Salah satunya, Global Short Film Award 2016 kategori “Best Cinematography”. Film karya Tiara Kristiningtyas dan Mohammad Azri ini udah beberapa kali menang di berbagai Festival Film di tanah air. Ditampilkan dengan format hitam putih dan tanpa dialog sama sekali. Yap, suasana mencekam dari gempa seakan terasa dekat.
- Maryam (2002)
Berkisah tentang pembantu rumah tangga bernama Maryam. Meski dia muslim, dia bekerja untuk keluarga Katolik. Tentu saja karena ekonomi. Maryam harus merawat majikan laki-lakinya yang menderita autis. Bahkan rela menemaninya berdoa di gereja dengan segala keresahan batinnya.
Hal itu jadi salah satu yang jadi kekuatan Maryam. Film garapan Sidi Saleh ini meraih penghargaan “Best Short Movie” di Venice International Film Festival 2014. Film berdurasi 18 menit ini dianggap mewakili film pendek dengan tren baru dalam segi estetika.
- On the Origin of Fear (2016)
On the Origin of Fear ini punya cerita yang rumit. Menceritakan sebuah film yang pada masa orde baru. Film ini punya pesan tersirat bahwa kekerasan jadi salah satu cara untuk bisa melanggengkan kekuasaan sebuah pemerintah. Film jadi media lain supaya kekerasan itu bisa terus bereproduksi. Film ini dibikin untuk memperingati 50 tahun tragedi 1965.
Sutradara Bayu Prihantono bisa jadi enggak pernah nyangka kalau film debutnya ini bisa melangkah sejauh itu. On The Origin of Fear akhirnya diputar di festival film Venice Internasional 2016 program Orizzonti alias formula baru. Indonesia patut bangga dengan film pendek ini. Karena tidak banyak film dari Asia yang bisa tembus ke ajang VIFF.
Leave a Reply