Press ESC to close

Tradisi Bekasem, Tradisi Fermentasi Ikan yang Sudah Berusia Ratusan Tahun

  • November 15, 2018

DEJABAR.ID, CIREBON-Sudah menjadi tradisi secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu, terutama menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton Kesepuhan Cirebon kerap melakukan tradisi bekasem, yakni daging ikan yang difermentasi di dalam guci setinggi sekitar 40 cm yang sudah berusia ratusan tahun.
Menurut Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, tradisi bekasem ikan merupakan proses pengolahan ikan yang difermentasi. Ikan-ikan dengan total berat 25 kg yang terdiri dari kakap, tongkol, tenggiri, dan ikan laut berukuran besar lainnya dikumpulkan. Setelah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, ikan-ikan itu dimasukkan ke dalam guci lalu dicampur dengan nasi putih, gula, dan garam.
“Proses ini dilakukan pada tanggal 5 Safar dalam kalender Hijriyah,” jelasnya saat ditemui awak media di Keraton Kesepuhan, Kota Cirebon, Kamis (15/11/2018).
Saat sudah dimasukkan ke dalam guci, lanjut Sultan, guci harus ditutup serapat mungkin dan kedap udara. Tujuannya agar proses fermentasi berjalan sempurna. Untuk itu, agar bisa tertutup rapat, mulut guci ditutup dahulu menggunakan kertas tebal. Kemudian, ditutupi kembali dengan abu gosok. Selanjutnya, guci ditutup kembali menggunakan kertas-kertas tebal.
Dalam proses ini, terdapat dua guci yang digunakan. Guci tersebut merupakan guci kuno peninggalan Putri Ong Tien, istri Sunan Gunung Jati yang masih keturunan Tionghoa. Selama proses fermentasi, guci disimpan di ruang Pungkuran Dalem Arum Keraton Kasepuhan.
“Proses ini hanya memakan waktu sebulan. Dan sekarang pada tanggal 5 Rabiul Awal, guci tersebut dibuka,” jelas Sultan.
Setelah dibuka, aromanya langsung menusuk tajam. Potongan ikan tersebut tampak berwarna kuning karena dibalut oleh bahan-bahan yang digunakan sebagai fermentasi. Kemudian, potongan ikan dicuci, lalu dikeringkan di atas tampah yang sudah dialasi dengan batang-batang padi. Tujuannya agar airnya cepat kering.
Nantinya, ikan bekasem ini akan diolah lagi, yakni dimasak dengan nasi jimat di dapur mulud, dapur yang hanya digunakan pada bulan Maulud atau Rabiul Awal saja.
“Ikan bekasem ini nantinya akan digunakan sebagai salah satu lauk bersama nasi jimat di malam puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiul Awal nanti,” jelasnya.
Yang unik dari tradisi bekasem ini, semua prosesnya dari awal hingga akhir, dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah menopause. Makanya, tidak heran jika yang melaksanakan pembuatan bekasem ini dilakukan oleh para wanita yang sudah paruh baya atau tua. Dan tradisi ini masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Menurut Sultan, dipilihnya ikan dalam tradisi bekasem ini, adalah karena dulu para wali tidak memakan banyak daging. Mereka lebih senang memakan buah-buahan, sayur-sayuran, dan ikan laut. Apalagi, Cirebon dikenal sebagai penghasil ikan laut.
“Karena itu, tradisi bekasem yang menggunakan ikan laut tetap dipertahankan hingga sekarang,” pungkasnya.(Jfr)
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *