Press ESC to close

Adaro Tega Bersiasat Sedot Kredit Bank BUMN Rp25,4 Triliun

  • August 25, 2023

Siapa yang tidak kenal PT Adaro Energy Indonesia, Tbk. Perusahaan berkode emiten ADRO yang dimiliki Garibaldi Thohir adalah raksasa batu bara dunia asal Indonesia.

Boy Thohir, begitu dia biasa disapa adalah putra sulung dari Haji Muhammad Thohir, triliuner asal Lampung Tengah.

Seolah mengikuti jejak sang ayah, Boy Thohir pun ditakdirkan menjadi bagian dari penguasa dan satu diantara sedikit konglomerat pribumi yang mampu menembus deretan konglomerat nonpri di Indonesia.

Ia adalah pengendali ADRO dengan 6,18 persen kepemilikan saham. Boy Thohir adalah kakak kandung dari Erick Thohir, Menteri BUMN dalam kabinet Indonesia Maju saat ini.

Sebelum menjadi pembantu Presiden Joko Widodo, Erick dan juga Boy adalah ujung tombak Adaro bersama Edwin Soerjadjaja, anak mendiang William Soerjadjaja, pendiri Astra International.

Setelah menjadi menteri, Erick mundur dari Adaro untuk berkonsentrasi mengurusi 149 perusahaan BUMN yang menjadi tanggung jawabnya termasuk sejumlah perbankan pelat merah di dalamnya.

Dalam perjalanannya, kedua kakak beradik itu tetap seiring sejalan meski sudah dipisahkan oleh sebuah tugas negara pasca ET, sapaan Erick menjadi menteri. Salah satu bukti seiring sejalan itu adalah ada jejak konsolidasi BUMN pada Adaro.

Maksudnya, ada kecenderungan yang bisa terukur dari deteksi sesuatu konsolidasi korporasi bahwa Adaro mendapat manfaat atau imbas hubungan nepotisme yang terjalin antara Boy dan ET untuk memajukan bisnis korporasi mereka.

Dikutip dari Pasardana.id – PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) dan PT Kaltara Power Indonesia (KPI), perusahaan patungan Adaro dan PT Cita Investindo Tbk (IDX:CITA) tengah mengajukan pinjaman senilai USD1,8 miliar kepada lembaga keuangan.

Mengutip keterangan resmi CITA pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (22/2/2023) bahwa dana pinjaman itu akan digunakan kedua perusahaan patungan tersebut untuk membangun smelter Aluminium.

Rencananya, smelter Aluminium itu berkapasitas produksi sampai dengan 2 juta ton per tahun.

Proyek ini akan dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahap pertama dengan kapasitas sekitar 500 kilo ton per tahun.

Mengutip keterangan resmi emiten tambang batu bara itu yang diunggah di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (16/5/2023) bahwa untuk membangun proyek itu telah mendapat fasilitas pinjaman senilai USD1, 585 miliar atau setara Rp2,4 triliun dari sindikasi institusi keuangan.

Rinciannya, Kalimantan Aluminium Industry mendapat fasilitas pinjaman sebesar USD981,4 juta atau setara Rp1,547 triliun.Pinjaman berjangka waktu 8 tahun ini untuk pembiayaan pengembangan proyek smelter aluminium dengan kapasitas 500.000 t.p.a di kawasan industri yang dikembangkan oleh PT Kalimantan Industrial Park Indonesia, di Kalimantan Utara.

Sedangkan PT Kaltara Power Indonesia mendapat fasilitas pinjaman senilai USD603,6 juta atau setara Rp952,1 miliar dengan jangka waktu 10 tahun.

Pinjaman itu digunakan pembiayaan pengembangan proyek pembangkit listrik dengan kapasitas 1.060 MW milik di kawasan industri yang dikembangkan oleh PT Kalimantan Industrial Park Indonesia, di Kalimantan Utara.

“Pembangunan Smelter Aluminium serta Sarana Penunjangnya oleh KAI dan KPI, mencakup antara lain pelabuhan (jetty) dan infrastruktur penunjang lainnya,” tulis manajemen CITA.

Dalam risalah keuangan yang diterbitkan ADRO belum lama ini seperti diungkapkan sumber dejabar id, disebutkan bahwa PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) yang terkonsolidasi dengan ADRO mendapat pinjaman tenor delapan tahun sebesar USD981,4 juta (Rp14,721 triliun) dan Rp1,54 triliun untuk membiayai proyek smelter aluminium di atas lahan seluas 600 hektar.

Belakangan, nilai investasinya membengkak sampai USD2 miliar (Rp30 triliun). Kapasitas smelternya sebesar 500.000 ton per tahun, dibangun di kawasan Tanah Kuning, Kalimantan Utara. Presiden Jokowi pernah melawat ke tempat ini, akhir Maret 2023 lalu.

Kemudian ada PT Kaltara Power Indonesia (KPI) juga memiliki konsolidasi dengan Boy yang mendapat pinjaman tenor 10 tahun sebesar USD603,6 juta, setara Rp8,75 triliun. Utangan serupa juga ikut dinikmati KPI senilai Rp952,1 miliar untuk proyek pembangkit listrik 1.060 MW di Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), Kalimantan Utara.

KAI dan KPI adalah anak usaha dari PT Adaro Minerals Indonesia, Tbk (AMI) dan PT Adaro Indo Aluminium (AIA), keduanya terafiliasi dengan ADRO.

KAI dan KPI menjaminkan saham dan rekening bank, fidusia atas aset dan piutang, hak tanggungan atas tanah dan lain sebagainya agar mendapat utangan jumbo tersebut.

Total jenderal, ada senilai Rp25,4 triliun ke brankas perusahaan untuk membiayai operasional pengembangan usaha.

Menariknya, proyek utangan tersebut mengutip data Bloomberg justru didapat dari sindikasi perbankan dalam negeri, tiga di antaranya adalah bank pelat merah alias BUMN.

Mereka terdiri atas Bank BNI, Bank Rakyat Indonesia, serta Bank Mandiri. Dua lainnya adalah bank swasta yakni Bank Central Asia dan Bank Permata.

Penjamin utang KPI adalah PT Adaro Power (AP) yang menjadi induk dari ADRO. Boy Thohir tercatat sebagai Komisaris Utama AP lewat bukti Akta No. 35 tertanggal 19 Mei 2023.

AP selaku pengendali KPI dengan 209.755 lembar saham (84 persen) pasang badan agar anak usahanya itu disuntik kredit kelima bank sejumlah total Rp9,7 triliun.

Dalam keterbukaan informasi ADRO belum lama ini disebutkan kalau kredit itu bentuk komitmen untuk mendukung program hilirisasi mineral yang digaungkan pemerintah.

Asal tahu saja, Kementerian BUMN adalah wakil pemegang saham negara di BRI (53,19 persen), BNI (60 persen), dan Mandiri (52 persen). “Apalagi Komisaris Utama BRI adalah Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN. Padahal keberadaan dia adalah untuk fungsi pengawasan. Kalau sudah seperti ini apa lagi yang mau diperluas, oleh dia?” kata sumber dejabar.id.

Menariknya, di deretan komisaris BNI terselip nama Agus Dermawan Wintarto Martowardojo. Mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tersebut didapuk menjadi Komisaris Utama.

Sementara Boy dan Agus Marto juga menjabat komisaris di GOTO, startup gabungan antara Gojek dan Tokopedia yang telah menjelma sebagai decacorn, perusahaan bervaluasi di atas USD10 miliar (Rp150 triliun).

Lalu, apakah alur uang itu masih menjadi sebuah kebetulan? Jika masih penasaran, tengok pula asal muasal hubungan Tiko, sapaan Kartika dan Agus.

Keduanya pernah memimpin Mandiri, bank BUMN terbesar di tanah air. Agus memimpin lebih dulu dan enam tahun kemudian barulah Tiko menjabat dirut Mandiri, salah satu anggota sindikasi kredit buat kroni usaha ADRO. “Sudah terlihat kan bagaimana rapih lingkaran-nya,” ujar sumber deJabar.id.

Ditimpali sumber, “Kemungkinan terbesar dengan kondisi perekonomian saat seperti 10 tahun terakhir, akan lain ceritanya kalau ET tak menjabat Menteri BUMN.

Banyak perusahaan gagal mendapat kredit setara mereka.

Mungkin akan sulit bagi ADRO untuk memperluas gurita bisnis emas hitam mereka jika tidak terkoneksi debgan ET.

Apalagi mereka tega-teganya sampai memanfaatkan kredit bernilai jumbo yang semestinya bisa dipakai untuk membiayai putaran modal pelaku UMKM di seluruh Indonesia yang jumlahnya sudah mencapai 65 juta UMKM.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *