DEJABAR.ID, KOTA TASIKMALAYA – Belum lama ini, Kota Tasikmalaya mendapatkan peringkat Kota Layak Anak (KLA) dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Namun dibalik itu semua, masih ada warganya yang mengalami gizi buruk, yakni An (3 bulan) anak dari pasangan Acim (38) dan Yuli (37), warga Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Yuli, ibu dari An, bayi penderita gizi buruk, mengatakan, anaknya sejak lahir hanya berbobot sekitar 2 kg 1 ons. Namun sekarang kondisinya sudah membaik setelah dirawat di rumah sakit selama 4 hari.
“Anak saya dari lahir sudah begini kondisinya kecil kiloannya 2 kg 1 ons. Sudah dibawa ke rumah sakit umum atas rujukan dari puskesmas. Semoga anak saya cepet sembuh,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Mangkubumi, Arif Prianto, mengatakan, gizi buruk yang dialami An (3 bln) dikarenakan pola hidup orang tua yang kurang baik.
Arif mengatakan ada beberapa faktor bayi An terkena gizi buruk yakni bayi An lahir dengan berat badan rendah (2,1kg), Ibunya merupakan perokok aktif, Lingkungan rumah kotor ( polusi kain dan jorok), dan Pola asuh yang salah.
“Ternyata ini hasilnya PR bersama, ibunya itu peroko,” terangnya, Senin (29/07/2019).
Arif menambahkan, guna menanggulangi hal tersebut, dirinya telah menginstruksikan tim dari puskesmas dan kelurahan serta penyuluh memeriksa serta merujuknya ke RSUD agar bayi An dirawat.
“Sudah ditangani dan diperiksa oleh kami, juga oleh dokter anak dr. Panji. Kita juga merujuknya ke Rumah sakit dan dirawat di sana selama 4 hari. Dan hasilnya alhamdulillah bayi An sudah membaik dan tidak ada penyakit penyerta,” tambahnya.
Lebih lanjut Arif mengatakan, pihaknya akan terus memantau kondisi bayi An agar kesehatannya terus terjaga, bahkan ia menegaskan akan memberikan susu dari puskesmas.
“Untuk tindak lanjutnya, bidan kelurahan saya intruksikan untuk memantau kondisi bayi, yang selanjutnya progemer gizi juga harus memantau kondisi gizi dan kita akan memberi bantuan susu,” terangnya.
Selain itu, ia juga akan terus membimbing orangtuanya agar memberikan asi eklusive serta tidak memebrikan susu pengganti sembarangan. Karena ternyata menurut temuan timnya, yang ibunya kasihkan kepada anaknya bukan susu sesuai usianya.
“Jadi permasalahnnya orang tuanya gagal memberikan ASI eklusive. Kan harusnya ASI eklusive itu fullnya 6 bulan, penggantinya itu bukan susu sesuai usaianya tapi susu kental itu yang jadi masalah, sebetulnya kalau di bilang gagal, ini gagal pola asuh, Ini menjadi kewajiban kita bersama, memberikan pemahaman pola asuh yang benar kepada orangtuanya,” tegasnya.
Terakhir ia berencana memberikan penyuluhan nanti oleh petugas penyuluhan nanti suapaya orangtanya paham.
“Yang memantau gizinya nanti ada programer gizi, berikut nanti kalau dia sudah bisa makan, nanti kita usulkan memberikan makanan tambahan,” pungkasnya. (Ian)