Press ESC to close

Lukisan Kaca Cirebon Mulai Kurang Diminati, Para Seniman Hijrah ke Kanvas

  • March 20, 2019

DEJABAR.ID, CIREBON-Lukisan kaca merupakan salah satu karya seni asal Cirebon. Sejak masa Panembahan Ratu dari Kesultanan Cirebon pada abad ke-17, karya seni ini sangat terkenal sebagai media dakwah Islam. Biasanya berupa motif Kaligrafi dan Pewayangan yang menceritakan tentang Islam.
Lukisan Kaca Cirebon semakin berkembang dengan keragaman objek yang ditampilkan, seperti objek Wayang dan objek Batikan. Pada abad ke-19, lukisan kaca Cirebon cenderung mengambil tema wayang.
Yang unik dari lukisan kaca Cirebon ini, para senimannya melukis kaca dari belakang, berbeda dengan pelukis kaca dari Jawa Tengah yang biasa melukis di atas kaca dari depan, dan mengandaikan kaca layaknya kanvas.
Untuk melukisnya, para seniman menempatkan semacam kayu panjang di antara lukisannya, untuk menyangga tangannya agar tidak menyentuh lukisan yang baru dipoles. Dengan menggunakan teknik lukis terbalik dengan menggunakan mechanical pen, menjadikan keunikan tersendiri dan membutuhkan keahlian khusus.
Namun, sejak beberapa tahun terakhir, lukisan kaca saat ini sudah semakin jarang ditemui. Bahkan, seniman-seniman lukis kaca mulai berhijrah ke lukis kanvas. Hal tersebut dikarenakan keamanan material lukis kaca sangat rentan pecah. Bahkan dalam segi market, lukis kaca sudah jarang ditampilkan.
Hal tersebut bisa terlihat dalam Pameran Integrated Art Ikatan Alumni Seni Rupa ITB dalam rangka Muhibah Budaya ke Cirebon di Gedung Negara, Krucuk, Kota Cirebon. Berdasarkan pantauan Dejabar.id, lukisan kaca yang dipamerkan masih bisa dihitung jari, dibandingkan lukisan kanvas yang berjumlah ratusan.
Menurut Daniel Adenis selaku salah satu seniman Cirebon, dalam era persaingan globalisasi, lukisan kaca kini semakin tersisih seiring membanjirnya produk-produk lain yang lebih modern. Lukisan kaca harus bersaing ketat untuk merebut perhatian konsumen. Saat ini, lukisan kaca hanya dibuat sesuai pesanan saja. Selain dari itu, para seniman membuat karyanya hanya di atas kanvas saja.
“Dengan menggunakan kanvas, maka seniman tersebut bisa langsung mengekspresikannya, dibandingkan dengan lukisan kaca yang membutuhkan kesabaran dan tidak bisa langsung mengekspresikan,” jelasnya saat ditemui Dejabar.id di Gedung Negara, Krucuk, Kota Cirebon, Rabu (20/3/2019).
Berbagai pertimbangan pun dilakukan oleh para seniman lukis kaca. Selain materialnya yang mudah pecah, juga material tersebut sangat berat jika dibawa ke mana-mana. Semakin besar ukuran kacanya, maka akan semakin berat. Terlebih lagi, melukis di atas media kaca membutuhkan faktor kesabaran, karena rumitnya proses.
“Meskipun begitu, para seniman lukis kaca tetap menikmati proses itu. Hanya saja, dari segi marketing mulai berkurang,” tuturnya.
Seni lukis kaca sendiri, lanjutnya, berbeda dengan seni lukis kanvas. Lukisan kaca itu sendiri dalam seni rupa masuk dalam pelajaran monumental, sama seperti mozaik dan relief. Untuk itu, tekniknya berbeda dengan lukis kanvas, terutama dengan teknik melukis di belakang tersebut.
Daniel melanjutkan, seni lukis kaca sendiri masih belum banyak variasinya. Biasanya, terdapat 3 unsur elemen yang terdapat dalam seni lukis kaca, yakni Gunung Jati, Keraton, dan Gegesik. Selain itu, seni lukis kaca adalah monumen atau simbol dari pluralisme, karena di situ ada beberapa unsur yang terdiri dari Arab, Cina, Hindu, dan lokal. Perpaduan itulah yang menyebabkan lukisan kaca memiliki keunikan tersendiri.
Namun sayangnya, karena beberapa faktor yang sudah disebutkan di atas, para seniman lukis kaca mulai beralih ke lukis kanvas. Meskipun kanvas dinilai jadul atau kuno, namun masih tetap diburu, baik oleh para seniman maupun kolektor untuk berinvestasi.
“Kanvas meskipun kuno, tapi tetap memiliki nilai high art dan investasi,” pungkasnya.
Daniel menambahkan, seni lukis kaca seharusnya menjadi ajang ekspresi dan sumber pendapatan bagi para seniman lukis kaca di Cirebon. Karena, seni lukis kaca merupakan jati diri masyarakat Cirebon, yang dulu pernah digunakan pada masa Kesultanan Cirebon di abad ke 17 sebagai media dakwah Islam.
Tidak muluk-muluk, lanjutnya, dirinya hanya ingin hotel-hotel yang ada di Cirebon, memajang atau menampilkan lukisan kaca sebagai elemen eksentis. Dengan begitu, pastinya para seniman lukis kaca akan bangkit kembali. “Pemerintah harus memikirkan marketnya. Tidak usah memikirkan membeli karyanya langsung, mereka hanya mewajibkan hotel untuk memajang lukisan kaca saja,” jelasnya.
Dengan adanya karya-karya seniman lukis kaca yang dipamerkan, maka akan menggugah para seniman untuk terus membuat lukisan kaca, meskipun bukan pesanan. Selain itu, jika dipajang di hotel-hotel yang dikunjungi oleh berbagai wisatawan lokal maupun mancanegara, maka akan membuat mereka tertarik dan akan mencari pelukisnya untuk membuatkan sebuah karya.
“Dengan begitu, nilai market para seniman lukis kaca akan terangkat kembali, dan tidak lagi ada istilah hidup segan mati tak mau bagi para seniman lukis kaca,” pungkasnya.(Jfr)
 
 
 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *