Kompleks Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di Gunung Jati Kabupaten Cirebon merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Islam di Cirebon. Di sini terdapat makam salah satu Wali Sanga, yakni Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah bersama keluarganya. Karena itu, tempat ini menjadi sering dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.
Keunikan kompleks pemakaman ini, terletak di dinding-dinding atau tembok bangunannya, yang dihiasi oleh berbagai keramik yang sudah berusia ratusan tahun, yang konon berasal dari Tiongkok. Keramik-keramik tersebut merupakan akulturasi budaya Islam dengan Tiongkok pada masa itu.
Namun, ada salah satu keramik yang unik untuk dibahas, yakni keramik yang terletak di tugu gapura pintu masuk sebelah kiri pertama kompleks pemakaman. Di situ terdapat piringan keramik berwarna kuning oranye, bergambar bunga, dan terdapat lambang yang cukup kontroversial, yakni lambang Freemason.
Lambang tersebut terpampang jelas di piring keramik tersebut, dengan menampakkan huruf G besar, jangka, dan mistar. Lambang tersebut terletak di pinggir keramik dan lebih dari satu buah. Meskipun terletak di pintu masuk, hampir tidak ada peziarah pun yang menyadari keberadaan lambang tersebut.
Mengingat Freemason adalah organisasi rahasia, apakah Kesultanan Islam di Cirebon zaman wali dulu sudah terkena pengaruh paham Freemason?
Hal tersebut dibantah oleh seorang filolog asal Cirebon, Raffan Safari Hasyim. Dirinya mengatakan bahwa keberadaan keramik berlambang Freemason di Makam Sunan Gunung Jati tidak ada sangkut paut atau hubungan dengan organisasi persaudaraan. Dimungkinkan juga, ketika masa itu masyarakat Cirebon belum mengenal organisasi tersebut.
“Tidak ada keterkaitan dengan organisasi persaudaraan Freemason,” jelasnya, Selasa (9/10/2018).
Raffan menjelaskan, dirinya pun baru mengetahui kalau ada lambang Freemason di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati. Dan juga, tidak jelas kenapa simbol tersebut menempel tepat di samping pintu yang merupakan tempat akses banyak orang masuk.
Menurut Raffan, keramik-keramik yang menempel di bangunan makam tersebut memang berasal dari negeri Tiongkok dan juga Belanda. Karena ketika itu, Cirebon sudah mempunyai hubungan dagang dengan kedua negera tersebut. Dan hal tersebut merupakan bentuk akulturasi budaya.
Adapun pembangunan Kompleks Makam Sunan Gunung Jati, lanjutnya, dilakukan oleh Sultan Sepuh IV Sultan Raja Amir Sena Muhammad Jaenuddin pada tahun 1753 – 1773, dengan menyerupai seperti bentuk amphitheater. Hal ini bertujuan untuk memperindah makam, karena sebelumnya keadaannya terbuka.
Sedangkan untuk keramik berlambang Fremason di Makam Sunan Gunung Jati, Raffan menduga ada hubungannya dengan monopoli dagang pedagang Eropa. Karena pada tahun 1681, ada perjanjian tentang monopoli dagang.
“Bisa jadi, karena ada penjualan keramik dan hasil bumi harus dijual ke pedagang Belanda,” jelasnya.
Dengan begitu, lanjutnya, keberadaan lambang Freemason di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati terjadi secara ketidaksengajaan. Karena masyarakat Cirebon saat itu masih belum memahami apa itu Freemason dan menganggap keramik-keramik tersebut adalah hadiah atau pemberian dari negeri Tiongkok atau Belanda.
Raffan juga menduga, keberadaan simbol jangka dan penggaris tersebut, menjadi sebuah bukti jika di Cirebon pernah dikendalikan oleh sistem politik atau pun sosialnya oleh orang-orang memiliki misi dan agenda rahasia seperti Freemason.
“Mereka memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat Cirebon zaman dulu untuk mengendalikan sistem politik dan pemerintahan,” pungkasnya.(Jfr)
Leave a Reply