DEJABAR.ID, CIREBON – Merajut merupakan kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Bahkan, bisa juga menjadi pekerjaan utama. Karena, produk yang dihasilkan dari merajut ini bisa sangat beragam dan unik.
Bukan hanya itu, merajut juga bisa membentuk produktivitas yang mandiri bagi setiap orang, terutama bagi kalangan ibu-ibu yang mau mencoba mandiri. Hal itulah yang membuat Nurisah, seorang perajut sejak 2009, untuk mengadakan kelas merajut untuk menyebarkan ilmu tentang merajut.
Awalnya, Nurisah membedah sebuah buku berjudul ‘Bukan Big Bang’ di Perpustakaan Sumber, Kabupaten Cirebon. Di situ, terselip kata ‘produktivitas’ yang mengarah kepada mendidik anak supaya produktif. Sehingga, hal tersebut mengharuskan sang ibu juga harus produktif. Akhirnya, tercetuslah ide untuk membuat kelas merajut di Perpustakaan Sumber.
“Ibu-ibu harus senang membuat daripada membeli. Karena, ada kepuasan tersendiri jika kita membuat. Maka dari itu, ibu-ibu harus keren dengan membuat produk sendiri,” jelasnya saat ditemui Dejabar.id di sela kelas merajut di Perpustakaan 400 Kota Cirebon, Jalan Brigjen Dharsono (By Pass) Kota Cirebon, Rabu (21/11/2018).
Untuk kelas merajut sendiri, Nurisah sudah menjalaninya selama dua tahun. Kemudian, dia mengembangkan lagi kelas merajutnya bersama dengan Lismah Rismawati, seorang pegiat literasi di Perpustakaan 400 Kota Cirebon, untuk ikut mengisi kelas merajut juga di Perpustakaan 400 Kota Cirebon. Hingga sekarang, sudah setahun lamanya berjalan.
Menurut Nurisah, kelasnya sendiri terbagi menjadi dua, yakni kelas dasar dan kelas mahir. Untuk orang-orang yang baru mengenal merajut, maka akan dibekali dengan kelas dasar. Di situ, mereka diajarkan tiga teknik dalam merajut, yakni teknik rantai, single crochet, dan double crochet.
Kemudian, untuk kelas mahir adalah mereka yang sudah lama mengikuti kelas merajut. Biasanya, mereka akan mengembangkan tiga teknik dasar tersebut, sehingga menghasilkan sebuah karya rajutan yang unik. Meskipun ada dua kelas, tapi mereka disatukan dan seolah tidak ada jarak pemisah diantara mereka.
“Sebenarnya teknik rajutan ada banyak. Tapi yang wajib dipelajari untuk dasarnya adalah tiga teknik itu,” jelasnya.
Menurut Nurisah, siapapun bisa mengikuti kelas merajut ini, dan tidak dipungut biaya. Biasanya, para peserta membawa sendiri peralatan dan bahannya, seperti hakpen, benang rajut, dan korek api untuk memotong benangnya. Sedangkan bagi yang tidak membawa, bisa disediakan dari dirinya.
“Biasanya mereka membuat tas, dompet, dan bagi yang mahir sudah mulai merajut sepatu,” tuturnya.
Menurut salah satu peserta, Dewi, dirinya kerap membuat dompet-dompet rajutan, dan juga aksesoris. Bahkan, dirinya langsung menjual produk hasil rajutannya tersebut. Harganya pun bervariatif sekitar Rp60 ribu hingga Rp70 ribu.
“Biasanya saya jualan di TK dan SD anak saya,” pungkasnya.(Jfr)