DEJABAR.ID, PANGANDARAN – Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) No. 20 Tahun 2016 tentang pakaian dinas, untuk hari Selasa 25 September 2018 seluruh pegawai lingkup Pemkab Pangandaran harus memakai seragam pangsi bagi laki-laki dan kebaya bagi perempuan.
Hal tersebut mendapatkan tanggapan positip dari beberapa kalangan. Salah satunya Kasi Kelembagaan dan Sarana Prasarana PAUD PNF Disdikpora Kabupaten Pangandaran, Asep Kartiwa, menuturkan bahwa budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
“Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia,” papar Kartiwa kepada dejabar.id, Selasa (25/9/2018).
Kaitannya dengan memakai baju adat sunda, kata Kartiwa, adalah untuk mengingatkan kepada kita semua bagaimana prilaku sosial masyarakat sunda yang sopan santun dan beradab.
“Sebagai contoh, prilaku sopan ketika melintas dihadapan orang yang lebih tua, sudah hampir punah. Padahal hal tersebut adalah sebagai bentuk pendidikan untuk menghormati orang yg lebih tua,” sesalnya.
Kartiwa berharap dengan memakai baju adat sunda yang didasari Perbup tersebut orang akan lebih paham tentang prilaku orang sunda yang sangat menghargai etika sopan santun.
“Intinya, orang yang mengenakan pakaian adat sunda seperti Kebaya dan Pangsi berarti mereka paham akan etika sopan santun,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Kabupaten Pangandaran, Erik Krisna Yudha Astrawijaya Saputra menambahkan, sangat bagus komitmen pemerintah dalam rangka mengembangkan dan melestarikan budaya makin nyata diantaranya wisna kebijakan setiap tanggal 25 wajib pakai kebaya dan pangsi.
“Sekarang para PNS dan Non PNS di lingkup pemkab pangandaran banyak yang sudah tahu bahwa setiap tanggal 25 harus pakai pakaian adat,” tambahnya.
Untuk yang tidak memakai pakaian adat, lanjut Erik harus ada aturan khusus atau sanksi. “Memang sebagian pejabat ada juga yang tidak mengenakan dengan alasan sesak, tidak punya pakaiannya. Tapi sanksinya hanya teguran lisan dari pimpinannya masing-masing,” pungkasnya. (dry)
Leave a Reply