DEJABAR.ID, PANGANDARAN-Fenomena Wahyu Cakra Ningrat yang merupakan suatu kepercayaan sebagian masyarakat atas kejadian turunnya cahaya suci yang mencari sosok jasad manusia yang akan jadi pemimpin di Negara Indonesia.
Kepercayaan Fenomena turunnya Cahaya Wahyu Cakra Ningrat ini merupakan bagian dari ajaran keyakinan tatar Pasundan di tanah Jawa khususnya. Umumnya, di Nusantara untuk menentukan arah kebijakan mendorong pemimpin negara ke depan.
Menurut Ketua Dewan Presidium Hadiningrat Hamengku Buono, Raden Lili Sutisna Hadiwijaya menyebutkan bahwa di Indonesia ini hanya sosok Presiden Soekarno yang pernah menerima Cahaya Wahyu Cakra Ningrat.
“Cahaya wahyu cakra ningrat hanya akan turun pada sosok yang memiliki tiga dasar yakni roh kerakyatan, kelelakian dan roh kemerdekaan,” ujarnya kepada Dejabar.id, Senin (3/12/2018).
Ketiga dasar roh tersebut, ucap Raden Lili, merupakan ajaran yang telah dikolaborasikan antara ajaran agama dan ajaran negara.
“Pada tahun 2018 ini pernah terjadi fenomena turunnya cahaya cakra ningrat, namun karena keberadaan masyarakat belum siap, akhirnya terjadi rangkaian bencana alam,” paparnya.
Menurut Raden Lili, Bencana alam tersebut, terjadi di beberapa daerah. Di antaranya di NTB, Lombok, Pangandaran tepatnya Batu Hiu dan di Palu.
“Bencana tersebut merupakan pantulan kekuatan ekstra yang begitu besar, sehingga kondisi alam tidak kuat menahan pantulan kekuatan yang akhirnya berakhir pada penomena bencana,”terang Lili.
Raden Lili menjelaskan, jika dipertegas, cakra ningrat memiliki makna yang luas. Cakra secara falsafah merupakan kelembutan pikir dan bathin, sedangkan Ning artinya pasrah dan bersih juga berwibawa. Dan Rat, artinya ratu yang mengajarkan eling kepada gusti Allah.
“Penerima cahaya wahyu cakra ningrat berdasarkan ajaran kasepuhan harus memiliki sikap Mataram. Mata yang artinya mata dua secara fisik menjadi satu pandangan, sedangkan Ram artinya mengendalikan kota Ibu Ratu,” sebutnya.
Lili menambahkan, fenomena turunnya cahaya wahyu cakra ningrat, biasanya terjadi satu tahun menjelang pemilihan Presiden.
“Kami dari kalangan budayawan hanya berharap siapa saja yang kelak menjadi pemimpin di negara Indonesia bisa melaksanakan falsafah dan ajaran yang terkandung pada cahaya wahyu cakra ningrat,” tutupnya.(dry)