DEJABAR.ID, CIREBON – Kue gapit merupakan makanan khas Cirebon yang sangat mudah dijumpai. Kue berbentuk pipih dan berwarna putih ini sangat cocok untuk menemani waktu santai sambil minum kopi. Karena itulah, makanan ini cukup banyak diburu oleh masyarakat.
Karena banyaknya masyarakat yang menyukai makanan tradisional ini, membuat toko-toko kue maupun produsen harus bisa menyetok banyak. Namun, hal tersebut masih terkendala dengan proses pembuatan kue gapit yang saat ini masih terbilang tradisional.
Sesuai namanya, kue gapit dibuat dengan cara menggapit atau menjepit adonan kue, sehingga berbentuk pipih. Proses ini masih dilakukan secara tradional, yakni dengan menggunakan penggorengan berbentuk kotak, serta harus selalu dibolak-balik agar gapit tidak gosong.
Menurut salah satu produsen gapit, Suryat Hidayat, dirinya mengaku sangat keteteran jika ada permintaan produksi yang banyak dari pelanggannya. Karena, dirinya hanya dibantu oleh tiga karyawan, yang setiap harinya hanya bisa menghasilkan 50 bal atau bungkusan berkisar 1-2 kg.
“Kita masih manual dan tradisional produksinya, yang sehari hanya bisa sekitar setengah kuintal adonan,” jelasnya saat ditemui dejabar.id di kediamannya sekaligus pabrik tempat produksinya di Dawuan, Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, Kamis (25/7/2019).
Apalagi, lanjutnya, hal tersebut ditambah jika kurangnya keberadaan tabung gas 3 kg sebagai bahan bakar kompor dalam pembuatan gapit, menjadi sebuah kendala. Jika gas habis, maka proses produksi pun dihentikan sementara, sembari menunggu tabung gas ada.
“Makanya kalau ada yang minta 20 bal untuk satu toko, saya tidak bisa menyanggupinya,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, dirinya ingin ada sebuah mesin yang bisa membantu membuat kue gapit secara otomatis. Selain efektif waktu, kue yang dihasilkan juga bisa lebih banyak. Dan juga, ukurannya akan sama semua, tidak berbeda-beda ketika seperti manual.
Suryat menceritakan, dirinya pernah ada tawaran sebuah mesin untuk pembuatan gapit. Namun, harganya cukup mahal. Dan juga, mesin tesebut masih belum terbukti bisa membuat gapit dengan baik.
“Saya maunya nyoba dulu. Kalau hasilnya gagal, maka uang kembali. Tapi orangnya tidak mau,” tuturnya.
Karena keterbatasan itulah, dirinya mengaku kewalahan jika memang ada pesanan banyak, terutama menjelang Lebaran. Karena, kue gapit merupakan salah satu makanan yang cukup diburu oleh masyarakat di hari Lebaran. Makanya, tidak jarang para karyawannya lembur.
“Pasar kue di sini saja bisa sampai 60 bal untuk 5 hari. Kalau ramai bisa 20 bal sehari,” pungkasnya.(Jfr)
Leave a Reply