DEJABAR.ID – Gempa bumi yang mengguncang Kabupaten Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/09/2018) berkekuatan magnitudo 7,4 yang rupanya menimbulkan fenomena likuifaksi atau ‘tanah bergerak’.
Dilansir dari Liputan6.com, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, likuifaksi adalah penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah.
“Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah pasir,” jelas Dwikorita yang dikutip dari Liputan6.com.
Dwikorita ini juga menjelaskan bahwa likuifikasi terbagi menjadi dua jenis. Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar seperti air mancur. Menurutnya, bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, seakan-akan jadi hanyut.
Melihat pantauan dari media, Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini menyatakan bahwa likuifaksi yang terjadi di Palu adalah tipe yang tanahnya hanyut bersama air.
“Suatu massa tanah yang luas yang ikut hanyut bersama air tadi. Ini baru visual dari televisi, itu perlu dilihat lagi,” ujar Dwikorita.
Bahayanya Likuifaksi
Bahaya dari fenomena ‘tanah bergerak’ ini adalah bangunan akan ambles masuk ke dalam, disebabkan karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles.
“Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah. Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda yang ada di permukaan tanah tadi,” papar Dwikorita.
Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncangan. Pemulihan tanah pun masih belum dapat dipastikan.
“Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi,” kata Dwikorita.
Leave a Reply